Ini bukan cerita pendek, tapi ini hanya curahan hati. Bukan untuk dipublikasikan tapi silahkan saja jika ingin membaca. Curahan hati sang pemimpi yang tidak pernah mempercayai mimpi-mimpinya, sampai ia tenggelam karam di Segara selama berabad lama hingga sinar matahari senja mengusiknya untuk kembali meniti mimpinya yang berserakan dilembah-lembah keputusasaan. Aksara-aksara mati, dihidupkan dengan tinta api dan digoreskan pada Daluang bersih. Tapi ia tidak pernah mempercayai tulisannya, seperti mimpi ia meniupkan kembali tinta api hingga menyisakan asap hitam lalu hilang ditelan angin. Tapi pada suatu masa, ketika musim-musim orang berbicara tentang aksara-aksara yang ditenun dengan telaten hingga tercipta suatu karya yang maha daya membius mata, membuat otak berpikir dan membuat mata berair, Pemimpi kembali tergoda. Maka ia menciptakan mimpinya sendiri, mengambil kembali tinta api dan membakar semua kertas kosong menjadi berwarna. Bermimpi berkeliling dunia dengan menggunakan perahu kertas bersama sang puajaan hati. Aih, belum juga berhasil melawan gelap, menarik cahaya dari sunyi, mengobarkan pengharapan sepenuh sukma dalam jiwa, sudah bermimpi ingin memiliki pujaan hati. Malu ia pada penanya, tapi persoala hati siapa pula yang tahu.
Pemimpi adalah seorang gadis manis, imut-imut dan pendiam. Banyak orang mencintanya dan tak pula banyak orang membencinya. Hukum alam, dimana ada suka disitupula benci bertahta. Mimpinya menjadi penulis, tapi tulisannya selalu kaku dan tak enak dibaca. Tak bernyawa, pucat pasi. Ia selalu menulis, lalu merobeknya lagi, menulis lalu membakarnya lagi. Lelah memang.. tapi ada yang menemukan sobekan-sobekan kertas yang berceceran itu. Tertinggal puisi-puisi walau satu bait yang tak layak untuk dibaca. Tapi sang penemu sangat antusias, matanya berbinar seperti menemukan sesuatu yang berharga. Sang penemu menemui gadis imut-imut dan pendiam itu.
“ini kata-katamu” ujarnya menyodorkan kertas.
Gadis imut-imut tersenyum hampa, menganggukan kepala dan memalingkan wajah pada deburan ombak yang bercerita tentang kehidupan. Semilir angin mengaburkan pandangannya, kepedihan seperti sudah menjarah kegembiraannya.
“Ini bagus”katanya lagi.
“Bagus apa bagus, buang saja. Eh tapi coba bacakan apa itu” gadis Imut-imut penasaran juga, karena ia sudah lupa pada tulisan-tulisannya.
“Menemukan senyum terindahmu dari sebatang rokok yang kau hisap, tanpa asap itu kau pucat pasi dan tak perkasa”
Gadis imut-imut mendelik, ia menatap wajah laki-laki disampingnya. Ah tak tampan, tapi aku bosan dengan ketampanan. Tak mesti tampan toh laki-laki ini juga sama tersenyum manis ketika sebatang rokok dihisapnya.
“Sunguh kau menyukai kalimat-kalimatku?”
Sang penemu mengangguk bahkan dia juga mengatakan sangat memuja bahasa-bahasanya. Aneh memang, gadis imut-imut tak percaya baru satu orang yang mengatakanya. Selama ini tak ada, ah walau satu orang itu sangat berarti untuknya.
“jadi mau kah kau membuatkan aku perahu kertas, dan kita akan menaikinya berdua”
“perahu kertas” ia merenung sejenak
“Ia berkekeliling dunia, kita hanya dengan perahu kertas mengarungi semua samudra di dunia atau jika sampai aku ingin sanpai pula ke kutub utara”
“Kita”
Gadis imut-imut mengangguk. “Kamu dan aku” mempertegas.
Lama sekali sang penemu berpikir, sampai keningnya berkerut-kerut menciptakan lipatan-lipatan aneh dikeningnya.
“mungkin aku hanya bisa membuatkan perahunya saja, dan menyalakan mesin diperahu kertas selebihnya kau saja yang mengarungi. Karena saat itu tiba kau tak akan lagi butuh aku yang hanya sebagai tukang”
Mendung diwajah gadis imut-imut, ia kecewa. Baru saja akan memunguti mimpi-mimpinya yang berserakan dan sudah menemukan si pembuat perahu kertas tapi tetap akan sendiri.
“Ya sudah buatkan saja, nyalakan mesinnya aku akan memaksamu untuk ikut. Tapi jika tak mau maka hancurlah sudah mimpiku, perahu kertas akan tenggelam bersama air mata yang tumpah ruah di perahu. Aku tenggelam lagi, karam lagi di Samudera”
-Sekian-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar